Konflik Tarif antara Donald Trump dan China: Eskalasi, Dampak Global, dan Strategi Politik

Daftar isi Artikel

Konflik dagang antara Amerika Serikat dan China kembali mencapai titik panas. Presiden Donald Trump, yang kini kembali menjabat, mengambil langkah tegas dengan menaikkan tarif impor terhadap produk-produk dari China. Sebagai respons, China langsung membalas dengan tarif serupa. Situasi ini semakin menguatkan bahwa perang dagang antara dua negara adidaya ini belum mereda—justru memasuki babak baru yang lebih agresif.

Siapa Menyerang Lebih Dulu?

Pada 10 April 2025, Trump secara resmi mengumumkan pemberlakuan tarif global sebesar 10% untuk seluruh negara dan tarif khusus hingga 145% terhadap barang-barang dari China. Keputusan ini, menurut Trump, bertujuan melindungi industri dalam negeri dan mempercepat reindustrialisasi Amerika Serikat.

Namun, hanya sehari berselang, China tak tinggal diam. Pemerintah Beijing segera menaikkan tarif balasan terhadap produk-produk AS hingga 125%. Menariknya, China menyebut kebijakan tarif Trump sebagai “lelucon politik” namun menegaskan bahwa mereka tidak akan menaikkan tarif lebih lanjut—kecuali jika AS terus memperkeruh keadaan.

Pasar Dunia Goyah: Investor Beralih ke Aset Aman

Tak butuh waktu lama, kebijakan Trump mengguncang pasar keuangan global. Bursa saham AS mengalami penurunan tajam, sementara investor internasional beramai-ramai beralih ke emas sebagai aset pelindung. Transisi ini memperlihatkan betapa sensitifnya reaksi pasar terhadap kebijakan unilateral dari Gedung Putih.

Selain itu, volume perdagangan global mulai menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Para analis memperkirakan bahwa ketegangan ini akan berdampak buruk pada rantai pasok global dan menurunkan kepercayaan bisnis lintas negara.

Reaksi Internasional: Sekutu AS Mulai Menjauh

Tak hanya China yang bereaksi. Sekutu-sekutu lama AS seperti Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan mulai mempertanyakan arah kebijakan perdagangan Trump. Akibatnya, hubungan dagang antara negara-negara tersebut dan AS mulai renggang. Di sisi lain, China justru memanfaatkan momen ini untuk mempererat kerja sama dengan negara-negara ASEAN dan mitra dagang lain di kawasan Asia dan Afrika.

Dengan demikian, AS justru kehilangan pijakan strategis di banyak kawasan penting—sesuatu yang ironis jika dilihat dari tujuan utama Trump untuk memperkuat posisi global AS.

Motivasi Politik: Strategi Trump atau Perang Ego?

Trump dengan tegas menyatakan bahwa tarif ini merupakan alat untuk menegosiasikan ulang posisi AS dalam perdagangan global. Ia menuduh China melakukan praktik perdagangan tidak adil dan menyabot industri dalam negeri Amerika.

Namun, banyak pengamat menilai langkah ini lebih bernuansa politik daripada ekonomi. Dengan menjelang pemilu, Trump tampaknya ingin memperkuat dukungan dari kalangan pekerja industri dan sektor manufaktur. Walaupun strategi ini bisa menguntungkan secara politis, dampaknya terhadap ekonomi global tetap menjadi tanda tanya besar.

Kesimpulan: Dunia Mengawasi, Pasar Menanti

Konflik tarif antara Donald Trump dan China pada 2025 memperlihatkan bahwa perang dagang belum selesai. Kedua negara kini saling menekan dengan kebijakan ekonomi yang berisiko tinggi. Dunia internasional hanya bisa menunggu dan bersiap menghadapi potensi resesi global yang bisa datang sewaktu-waktu.

Sementara itu, pertanyaan besar masih menggantung: Akankah salah satu pihak mundur? Atau justru, konflik ini akan menjadi awal dari perubahan besar dalam tatanan ekonomi dunia?

Daftar Membership di : Akademi Trading Oil
Follow Tiktok ATO : akademitraderoil

Bagikan artikel ini:

Komentar:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *